Tampilkan postingan dengan label jibril. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label jibril. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 20 Maret 2021

Sapa Malaikat. Secepat apakah mereka?

Malaikat yang digambarkan bersayap

Sosok malaikat sebenarnya dijabarkan sebagai utusan atau representasi pembawa wahyu yang kemudian dikategorikan menjadi beberapa nama berdasarkan tugas atau wahyu yang dibawa. Dalam banyak cerita, setiap rasul yang berpengaruh, selalu didampingi atau pernah didampingi oleh sosok Malaikat. Dengan mengatasnamakan Allah, Tuhan YME, malaikat menyampaikan wahyu yang dimaksud, untuk agar rasul melanjutkan menyampaikan isi wahyu tersebut.

Quran menjelaskan malaikat sebagai makhluk dengan keunikan terutama yang paling terlihat membuat terperangah adalah kecepatannya yang begitu luar biasa. Kecepatan menyampaikan wahyu dijabarkan seolah-olah menjadi tidak memiliki jarak dan dalam berbagai cerita juga dikembangkan sebuah kepastian bahwa, wahyu yang disampaikan oleh malaikat pasti tidak akan mungkin terjadi keterlambatan. Meskipun dalam dunia kita, semenjak ditemukannya waktu yang dihitung kepastiannya, seolah-olah istilah terlambat adalah subjek yang paling sering disinggung dan disindir. Namun malaikat yang sangat cepat, tidak pernah mengerti seserius apa kata terlambat dalam dunia kita yang terikat oleh waktu pada saat ini.

Jika malaikat merefleksikan jarak, bisa dikatakan ia berdilema dengan permasalahan klasik manusia yang bernama waktu, namun sebagaimana cerita yang dibangun, malaikat tidak terikat oleh jarak, sehingga ia -  malaikat -  tidak semenarik sebagaimana kita bercerita mengenai keindahan pemandangan alam dalam perjalanan. Jika waktu menjadi tak nampak, maka jarakpun otomatis menjadi tidak nampak, maka tidak ada yang bisa diceritakan semenarik apa perjalanan malaikat karena ketiadaan jarak, berarti ketiadaan pemandangan pada setiap perjalanan yang menempuh jarak. Jarak yang hilang membuat waktu tidak tercatat, dan sesuai dengan simbol yang terlihat, malaikat dalam hal ini bergerak sangat cepat.

Dalam berbagai telaah modern mengenai waktu dan dunia dimensi, sosok lubang cacing atau lorong waktu, adalah representasi jalan tembus atas masalah kecepatan yang sedemikian tidak masuk akal. Namun bergerak dengan kecepatan yang luar biasa juga menjadi kendala untuk setiap makhluk yang terikat oleh gravitasi. terutama bobot yang dibutuhkan yang  melahirkan daya tolak terhadap daya ikat gravitasi tidak ada sama sekali. jika lubang cacing adalah arah yang menuju pada adanya perjalanan menuju dunia lain, jalan tembus tersebut harusnya adalah daya tarik berlawanan yang memiliki daya ledak kekuatan hisap dengan keharusan bahwa itu sangatlah luar biasa. Sayangnya, daya hisap yang luar biasa menarik bobot yang luar biasa pula sehingga, massa benda yang terhisap pun akhirnya tidak sedikit. Kemungkinan tidak hanya menarik makhluk tetapi juga benda disekitar tempat makhluk tersebut berada.

Ledakan daya tolak berlawanan yang dimiliki benda melahirkan gerak cepat momentum. momentum berasumsi bahwa semakin cepat ia bergerak atau menolak, sangat ditentukan oleh massa atau bobot benda tersebut. Massa yang ringan, tidak akan menghasilkan kecepatan tinggi, yang dapat membuat waktu seolah-olah menjadi tidak berarti. Sehingga massa dengan kadar bobot yang besarlah yang dimaksut memenuhi unsur untuk menghasilkan daya gerak berkecepatan tinggi.

Sedangkan disisi lain, materi yang menarik menciptakan jalur yang disebut lubang cacing, dengan massa yang lebih besar untuk mendukung gerak cepat momentum terjadi. Materi yang menarik benda yang bermassa tinggi, haruslah bermassa lebih tinggi. Dan jika massa adalah gravitasi, materi atau benda dengan massa yang tinggi, secara otomatis menarik bukan hanya makhluk atau benda di sekitar makhluk, tetapi gravitasi itu sendiri. Hal tersebut tidak mungkin ada di dunia tempat kita terikat gravitasi, atau dilakukan oleh mahkluk yang jelas-jelas masih terikat oleh gaya tarik gravitasi.

Jadi mengharap kehadiran lubang cacing atau jalan tembus ke dunia dimana jarak tidak menjadi masalah otomatis mustahil. Pada saat tidak adanya bobot daya tolak gravitasi yang memadai, atau tidak adanya daya tarik materi lain dengan tingkat gravitasi yang lebih tinggi.

Celakanya begini…sejak kita lahir, tubuh kita (makhluk bumi) memiliki materi yang menyesuaikan materi gravitasi dimana tempat kita berasal. Kita tidak akan pergi jauh, atau dalam kondisi yang masih utuh dapat ditolerir, kita hanya dapat melompat sejauh sebatas tempat yang sejenis, atau kondisi yang sejenis dan dengan satuan ukur yang memiliki pola yang serupa saja. Dan jika kita mau meniru malaikat, yang memiliki konsep kecepatan yang tidak terikat gravitasi, kita harus memenuhi beberapa unsur. Unsur yang pertama adalah kita harus menolak daya tarik. Kedua, kita harus memiliki landasan dimana daya tarik adalah daya tolak ditempat kita berpijak. Yang ketiga, kita adalah massa gravitasi itu sendiri, dengan bobot yang masuk akal untuk melahirkan kecepatan yang dimaksud, (atau setara malaikat).

Jika salah satu aspek hilang maka kecepatan malaikat yang diinginkan tersebut tidak akan mungkin tercapai. Dan dengan asumsi bahwa keterikatan terhadap gravitasi adalah fitrah kita orang atau manusia, maka mustahil malaikat berasal dari kalangan kita orang atau manusia. Kita menghargai waktu dan mengerti betul arti dari kata terlambat. Sangat berbeda dengan konsep malaikat yang dikonstruksikan sama sekali membuat waktu seolah-olah menjadi tidak berarti dan juga, tidak mengenal arti kata terlambat.

Quran menceritakan malaikat sesuai kecepatannya yang diceritakan secara bertahap, mulai dari surat awal, tengah sampai akhir dan kecepatan pada saat surat awal tidak secepat pada saat malaikat diulas pada surat tengah dan akhir. Semakin lama, semakin tebal terjemahan Quran yang kita baca, (masuk ke tengah dan akhir) kita akan mendapati bahwa kecepatan malaikat, semakin lama akan sangat semakin luar biasa cepat.

Secepat apa…?

Yang mewakili surat awal adalah,

Surat Al-baqarah ayat 248

“Dan nabi mereka mengatakan kepada mereka, Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja, ialah kembalinya tabut kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun, tabut itu dibawa oleh Malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang beriman.”

Surat Al-baqarah ayat 249

“Maka tatkala Thalut keluar membawa tentaranya, ia berkata: Sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan suatu sungai. Maka siapa diantara kamu meminum airnya, bukanlah ia pengikutku. Dan barangsiapa meminumnya, kecuali menceduk seceduk tangan, maka ia adalah pengikutku. Maka tatkala thalut dan orang-orang yang beriman bersama dia telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah minum berkata, “tak ada kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan jalut dan tentaranya.” Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah berkata, “berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah.” Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.”

Surat Al-baqarah ayat 248 tersebut mengkisahkan tentang Thalut yang akan menjadi raja dengan mengalahkan Jalut. Dan pada saat itu terjadi, Thalut memiliki tabut yang dibawa oleh malaikat. Ayat berikutnya Surat Al-baqarah ayat 249 menceritakan tentang sungai dan bahwa barangsiapa meminumnya kecuali menceduk seceduk tangan, maka ia adalah pengikut Thalut.

Tabut malaikat yang dimaksud, jika menguraikan 2 ayat tersebut adalah seceduk tangan air sungai. Jika keseluruhan sungai adalah total kemampuan malaikat, baca : kecepatan, maka tabut malaikat yang dibawa Thalut adalah seceduk tangan air sungai, dan dalam hal ini, bisa jadi tabut, tidak lebih dari seteguk saja.

Jika ingat rumus lima dari bahasan sebelumnya (Teka-teki cara membaca Al-Quran), letak kalimat dimana “…tabut itu dibawa oleh malaikat…” berada, adalah kalimat pertama, maka jawaban atas kecenderungan pertanyaan  “apa “ yang timbul akan disimpulkan pada kalimat ke lima, dan itu adalah tepat berada pada kalimat dimana letak kata “…kecuali menceduk seceduk tangan…” berada.

Seceduk tangan, adalah seteguk. Seteguk saja dari total keseluruhan air sungai. Itulah Tabut Malaikat.

Surat Al-baqarah ayat 248 dan 249 menceritakan gambaran awal tentang kecepatan malaikat.

Kemudian…dalam bahasan yang lain, yang mewakili surat tengah,

Surat Ar-Ra’d ayat 11

“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, dimuka dan dibelakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya, dan sekali-kali tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”

Surat Ar-Ra’d ayat 12

“Dia-lah Tuhan yang memperlihatkan kilat kepadamu untuk menimbulkan ketakutan dan harapan, dan Dia mengadakan awan mendung.”

Surat Ar-Ra’d ayat 13

“Dan guruh itu bertasbih dengan memuji Allah, demikian pula para malaikat karena takut kepada-Nya, dan Allah melepaskan halilintar, lalu menampakkannya kepada siapa yang Dia kehendaki, dan mereka berbantah-bantahan tentang Allah, dan Dia-lah Tuhan yang maha keras siksa-Nya.”

Malaikat yang dimaksud berada pada kalimat pertama Surat Ar-Ra’d ayat 11. Dan berdasarkan cara membaca lima (baca: teka-teki cara membaca Al-Quran), kecepatan yang dimaksud terdapat pada kalimat ke lima, yaitu pada Surat Ar-Ra’d ayat 13, yaitu halilintar. Disini saya menulis runut kalimat pertama sampai lima yang dimulai dari surat Ar-Ra’d ayat 11 sampai pada yang kelima yaitu ayat 13, agar pembaca dapat merunut sendiri untuk kemudian, mencari sendiri tentang sifat “kecepatan” yang dimaksud.

Jika merunut mundur pada ayat 12, pembaca akan mendapati kata “kilat…untuk menimbulkan ketakutan dan harapan,” sebuah wujud yang terlihat bahwa, munculnya hanya sekejap saja. Biasanya kilat atau halilintar muncul bersamaan dengan hujan, dan maklum pula bahwa orang menjadi takut, karena bunyinya yang menggelegar kencang. Namun gerakan kilat itu sendiri, dikategorikan sebagai fenomenal dalam hal kecepatan. Bukan hanya munculnya yang sekejap, tapi dalam rentang waktu yang sekejap, jalur kilat atau halilintar membentang begitu jauh.

Selanjutnya, yang mewakili surat akhir, bahasan yang menyertakan sifat (kecepatan) malaikat juga terdapat dalam,

Surat Al-Ma’Arij ayat ke 4:

“Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap kepada Tuhan) dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun.”

Yang unik kali ini, Quran tidak membuat semacam perumpamaan untuk menggambarkan kecepatan Malaikat, tapi menunjuk dengan angka yang bisa dikira-kira untuk kemudian menjadi semacam rujukan atas betapa hebatnya, kecepatan malaikat sebenarnya.

Yaitu “Sehari.”

Sehari adalah satuan waktu yang sering digunakan untuk menjawab semua dilema manusia mengenai jarak, waktu sering menjadi tolok ukur. Satu-satunya satuan ukur yang ditemukan untuk menandai pertanyaan yang berkaitan dengan “Kapan”, adalah waktu satu-satunya yang mampu menjawab persoalan.

Sehari adalah 24 jam untuk satuan waktu bumi berotasi, atau berputar pada porosnya. Sehari dalam faham Malaikat, adalah jarak tempuh yang digunakan untuk menghadap Tuhan, yaitu kadarnya limapuluh ribu tahun. Perjalanan sehari Malaikat, adalah sama dengan perjalanan limapuluh ribu tahun. Atau dengan kata lain, sehari adalah waktu yang dibutuhkan malaikat untuk mencapai jarak tempuh limapuluh ribu tahun.

Sekarang mari kita andaikan bahwa pembaca mampu berjalan 7 km dalam sehari dengan cara berjalan kaki. Tidak perlu terlalu jauh toh karena ini percobaan hitung-hitungan matematika sederhana. kemudian dikalikan dengan 365 hari dalam setahun, kemudian dikalikan lagi dengan 50.000 tahun, maka pembaca akan bertemu dengan bilangan 127.750.000 dalam satuan kilometer dalam sehari. Sejauh itulah permisalan kecepatan malaikat. Namun itu jika pembaca berjalan kaki sejauh 7 km, bagaimana jika pembaca mencoba untuk naik gerobak misalnya, atau angkutan beroda lainnya, yang lebih cepat? Atau kita mencoba berlawanan dengan berjalan lebih lambat, dengan jalan jongkok misalnya, saya yakin… seyakin-yakinnya dengan perkiraan akurasi yang saya percaya 100% akurat, dengan daya cermat tingkat tinggi, setingkat kemampuan seorang ahli, dengan harapan yang tidak mungkin meleset, cukup realistis, relevan dan tidak muluk-muluk, bahwa pasti…pembaca diam-diam akan pergi mencari kalkulator…

Maayukha Illaiya Mirrabbi

Selasa, 02 Februari 2021

Ontologi Al-Fajr



Karena cerita ke enam memuat Fajr, blog trajectory sengaja memunculkan cerita Fajr, untuk mengeliminir tanda tanya kenapa cerita ke 6 memasukkan surat Fajr, padahal jika menilik catalog, cerita tersebut berada pada juz terakhir dari Al-Quran, yaitu juz 30. Untuk alasan di mana kita tinggal dan demi menengarai alur cerita dimana kita terlibat, saya tidak menjamin untuk meninggalkan desain persona.

Jika “saya” adalah retorika zaman menurut al-quran, “saya” adalah subjek yang berada atau yang dimaksut, dimana kita terlibat di dalam al-quran, kecuali, kepercayaan bahwa quran adalah cerita mengenai penduduk diluar yang disampaikan al-quran,  ”saya” sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan peradaban penduduk yang diceritakan atau yang berkaitan didalamnya. Namun, pendekatan “saya” melahirkan kepatuhan, dan seberapa tidak menimbulkan jarak, perumpamaan yang dijabarkan yang berdasarkan cerita al-quran, membuat objek bernama “saya” adalah otomatis bagian dari al-quran. dan bukan konsep di luar al-quran. Tinggal sekarang bagaimana cara kita membuat pendekatan konsep yang dapat meminimalisir dampak bahwa “saya” sebagai objek, tidak terlempar jauh dari jangkauan pemahaman yang memadai, yang dapat menyesuaikan alur. Karena itulah, desain persona diperlukan. Dan jika pembaca menampik keterlibatan “saya” diluar konsep al-quran, dengan membuat jarak atas fakta yang ditulis al-quran, berarti “saya” secara otomatis berada pada posisi tidak di dalam jangkauan al-quran. kehendak al-quran tidak menyentuh “saya” sama sekali. untuk persoalan tersebut, keyakinan pembaca yang menengarai. Maayukhaa illaiya Mirrabi…

Jika pembaca percaya bahwa pembaca adalah bagian dari al-quran, terutama cerita yang berkaitan dengan retorika zaman, anda harus menghadapi fakta bahwa Quran, sudah menyiapkan materi skenario tentang kehidupan di bumi dan seberapa debu-nya kita, dari sudut pandang semesta. Mungkin yang sudah sering kita dengar, - dari orang tua dan guru kita - bahwa sebenarnya, kita itu tak lebih dari sekedar debu…yaitu debu semesta.

Sekelumit cerita dan sajak kehidupan kita di bumi, tidak lebih luas dan lebih panjang dari cerita kehidupan kita di angkasa, atau di ruang tata surya. Jika pembaca, sudah mahfum dengan peribahasa, “urip ki mung mampir ngombe”, - dibaca, hidup itu cuma mampir minum, - terutama orang jawa, pembaca mungkin maklum kenapa cerita Quran mengenai kehidupan bumi, dibaca : dunia, sesingkat apa yang sudah orang tua, dan guru kita katakan, melalui peribahasa. “urip ki mung mampir ngombe”

Lalu kenapa Fajr? Untuk menandai tempat di cerita ke enam, dari sekian banyak cerita dan skenario penjabaran mengenai tata surya yang telah diungkap oleh Quran.

Karena disitulah tempat kita tinggal…

Dugaan yang paling mendekati dari berbagai kecenderungan, artinya bahwa semirip apa desain persona dengan logika terdekat yang dapat dijelaskan secara nalar, disitulah titik temu yang paling bisa menjelaskan mengenai cerita yang pada runutan, dan penyusunannya lebih mirip teka-teki. Dan berdasarkan desain persona, “disitulah tempat kita tinggal” adalah kesimpulan yang paling relevan.

Sebelum ilmuwan berhasil menjabarkan dunia angkasa, Quran sudah lebih dulu membahas mengenai tata surya dengan pendekatan teks dan gaya bahasa, yang disusun berdasarkan lidah dimana, ruang dan waktu Quran tersebut berasal. Jikalau kemudian cerita tidak dipahami sebagaimana perkembangan gaya bahasa yang lahir kemudian, mungkin karena terputusnya logika penyampaian, dengan logika pemahaman penyampaian yang baru, - karena itulah saya sebut epistemologi, cara baru dalam meng-indoktrinasi,- kemudian ketepatan isi cerita menjadi kabut yang menutupi jarak pandang, tidak mengungkap makna sesungguhnya, lebih baik pembaca merunut ulang melalui pendekatan etimologi, dengan membuat pola atas kata dengan kandungan pola yang sama, yang diceritakan bukan pada hanya satu surat, misalnya, atau dengan menelusuri ulang dimana kata tersebut muncul melalui kecocokan tema surat, misalnya, untuk kemudian mengungkap kembali kebenaran kandungan sebenarnya.

Ayat pertama dari Surat 89, Al-Fajr berbunyi…

”Demi fajar.” (Surat 89, Ayat 1)

Fajar adalah mentari di pagi hari, mentari adalah matahari, dan matahari adalah tata surya atau star system. Dan sepanas apa matahari, dan bagaimana kecerahan cahanyanya, Quran dalam hal ini, menulisnya dengan bahasa “Neraka yang menyala-nyala, yaitu Jahannam.”

Bahasa peneliti, dalam menerjemahkan teka-teki, berbeda dengan bahasa yang diartikulasi oleh symbol. Jika dirasa tidak terdapat jawaban yang memadai atas logika, dilakukanlah penelusuran. Sehingga dirasa tepat, sesuai dengan apa yang bisa gambarkan oleh gaya bahasa umum yang berkembang dan bisa dicerna.

Kemudian, Ayat yang kedua dari Surat 89, Al-Fajr berbunyi…

“Dan Malam yang sepuluh.” (Surat 89, Ayat 2)

Ruang hampa yang gelap adalah malam disaat matahari sudah terbenam, atau bisa dijabarkan, planet berada pada posisi bahwa permukaan menghadap terbalik dari matahari, atau tidak menghadap matahari. “Yang sepuluh” berarti dengan jumlah yang sepuluh.

Sepuluh malam, di dalam system tata surya. Artinya ada sepuluh planet yang berotasi sehingga permukaannya tersinari matahari saat siang, dan bergantian dengan gelap pekat segelap ruang semesta di saat malam. Dan jika tidak ada permukaan planet, maka tidak akan ada rotasi pergantian siang dan malam.

***

Blog trajectory, sekali lagi mengingatkan bahwa tela’ah ulang yang disampaikan adalah dengan menggunakan bahasa ontology, dengan sentuhan desain persona untuk memposisikan saya dan pembaca agar dapat mengurai maksud dengan lebih tepat. Jika ada gurauan, bukan berarti meremehkan tetapi lebih memasukkan unsur “kesemestian”… bahwa semestinya kita menginginkan sesuatu yang ringan, yang dapat dijelaskan, yang mudah dipahami dan tidak membuat kita mengernyitkan dahi atau keluar dari jangkauan nalar. Bukankah begitu? Semoga pembaca memaklumi...

***

The density…Jah from Fajr

(QS : 89, Al-Fajr)

By Morning light and the night of ten

They are us…

Fajr From Jahannam Valley

I don’t see that asgard super charger vehicle…

Or wrag from the deep… come arrive or even…

Pass by with or without regret…

Their weird starship never left a serious mark here…

***

Hello, star system…

Balad from Fajr, is the first planet…from the peak of mount into the valey are sure eternal flare…they are a cage of flame…

Syams from Fajr, is the second planet…the muds are red, and what cloud veil can blind you, is a solid smoke.

Lail from Fajr, is the third planet…first sustain count on, from the star system, the Fajr. day and night are verse, while male and female are grown living things name. 5 “us” are exist here bordered by nort and suth capitalization.

Dhuhaa  from Fajr, is the fourth planet…it as dry as it barely mars look like, "the just device" tried to sneak peak but found nothing unless heavy bag of sand, which she will carried out to home and tried to make it big by her "just bubble sun-glasses." They are left behind, the planet surface… something left ruin there behind. Empty and alone…

Alam Nasyrah from Fajr, is the fifth planet…are pain relieve for second something living called “us” count on from lail, but I don’t so sure…I don’t sure about… lail things will land here or not.

Tiin from Fajr, is the sixth planet…solid shape of ring and some “us” can be a clue for what possibly life there look like, but the stone are the one which came upfront, secure hiding town beneath the bless hill. They was there before…and they were there once more…

Alaq from Fajr, is the seventh planet…they are cursed, since they curse “us”…the blood are the only way to them, to fade them thirst away. But them syrens are singing inviting to come. you'll hate them for the cold sicken teeth, but you'll need to pass by, once more, before sure what them all about… right at the time once Zabaniyah there. 

Qadr from Fajr, is the eight planet…a “us” explain about, a prosper night, which it way far better than thousands month. Jibril here to carry a full prosper night in…till the sun set to raise.

Al Bayy-inah from Fajr, is the ninth planet. They are was ugly betrayal, has a heaven cap and river on the down deep… now Al Bayy eternal hang with Fajr.

Zal-Zalah the dancing from Fajr, is the last tenth planet. Parable of the gum you blow from your mouth out, has same size as your head. It twin look like. barely horizon journey capture an image and explain that zalah are not alone, zalah is 2. 2 at 10th. They are dancing…

My adorable en lies here to dig about. Let en here…at zalah.

Salamun alaikum…

May be bless upon Fajr star system.

7 Masa dan 7 Ayat Surat Al-Fatihah

"Jadi, mari kita tutup bersama-sama dengan membaca surat Al - Fatihah…” *** Sering dalam pertemuan atau majelis, pembaca pasti sudah ...